Minggu, 08 Agustus 2010

SHOLAT TARAWIH




Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kepada kita semua nikmat-Nya. Mulai dari nikmat kesehatan, kesempatan, dan nikmat yang paling besar yaitu nikmat iman dan islam. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW., yang telah membawa manusia dari jalan kegelapan menuju jalan terang benderang yaitu islam.

A. Pensyari'atannya

Shalat tarawih disyari'atkan secara berjama'ah berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar dan shalat di masjid, orang-orangpun ikut shalat bersamanya, dan merekapun memperbincangkan shalat tersebut, merekapun ikut shalat bersamanya, mereka memperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan shalat, ketika malam ke empat masjid tidak mampu menampung jama'ah, hingga beliau hanya keluar untuk melakukan shalat subuh. Setelah selesai shalat beliau menghadap manusia dan bersyahadat kemudian bersabda, 'Amma ba'du, sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu mengamalkannya'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat dalam keadaan tidak pernal lagi melakukan shalat tarawih secara berjama'ah." (HR. Bukhari (3/220) dan Muslim (761)

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menemui Rabbnya (dalam keadaan seperti keterangan hadits di atas) maka berarti syari'at telah tetap, maka shalat tarawih berjama'ah disyari'atkan karena kekhawatiran tersebut sudah hilang dan 'illat telah hilang. Sesungguhnya 'illat itu berputar bersama ma'lulnya, adanya atau tidak adanya.

Dan yang menghidupkan kembali sunnah ini adalah Khulafa'ur Rasyid Umar bin Khaththab Radhiyyallahu 'anhu sebagaimana dikabarkan demikian oleh Abdurrahman bin Abidin Al Qariy, beliau berkata, "Aku keluar bersama Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu suatu malam di bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok ada yang shalat sendirian dan ada yang berjama'ah, maka Umar berkata, 'Aku berpendapat kalai mereka dikupulkan dalam astu imam, niscaya akan lebih baik'. Kemudian beliau mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab, setelah itu aku keluar bersama imam mereka, Umarpun berkata,'Sebaik-baik bid'ah adalah ini, orang yang tidur lebih baik dari yang bangun, ketika itu manusia shalat di awal malam'." (Dikeluarkan Bukhari (4/218) dan tambahannya dalam riwayat Imam Malik (1/114) dan Abdur Razaq (7733))

B. Jumlah Raka'atnya

Manusia berbeda pendapat tentang batasan rakat'at, pendapat yang paling mencocoki petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam adalah delapan raka'at tanpa witir berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:
"Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah shalat malam di bular Ramadhan atau selainnya lebih dari sebelas raka'at." (Dikeluarkan oleh Bukhari (3/16) dan Muslim (736))

Yang telah mencocoki 'Aisyah Radhiyallahu 'anha adalah Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, beliau menyebutkan, "Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menghidupkan malam Ramadhan bersama manusia delapan raka'at kemudian witir." (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (920)

Ketika Umar bin Khaththab menghidupkan sunnah ini beliau mengumpulkan manusia dengan sebelas raka'at sesuai dengan sunnah shahihah sebagaimana yang diriwayatian oleh Malik (1/115) dengan sanad yang shahih dari jalan Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata, "Umar bin Khaththab menyuruh Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami manusia dengan sebelas raka'at." Ia berkata, "Ketika itu imam membaca dua ratus ayat hingga kami bersandar/bertelekan pada tongkat karena lamanya berdiri, kami tidak pulang kecuali ketika furu' fajar." (Furu' Fajar : awalnya, permulaan)

Riwayat beliau ini diselisihi oleh Yazid bin Khashifah, beliau berkata, "Dua puluh raka'at."

Riwayat Yazid ini syadz (ganjil/menyelisihi yang lebih shahih), karena Muhammad binm Yusuf lebih tsiqah dari Yazid bin Khashifah. Riwayat Yazid tidak bisa dikatakan ziyadah tsiqah kalau kasusnya seperti ini, karena ziyadah tsiqah itu tidak ada perselisihan, tapi hanya sekedar tambahan ilmu saja dari riwayat tsiqah yang pertama sebagaimana yang disebutkan dalam Fathul Mughits (1/199), Muhashinul Istilah (hal. 185), Al Kifayah (hal. 424-435). Kalaulah seandainya riwayat Yazid tersebut shahih, itu adalah perbuatan, sedangkan riwayat Muhammad bin Yusuf adalah perkataan, dan perkataan lebih diutamakan dari perbuatan, sebagaimana telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih.

Abur Razaq meriwayatkan dalam Al Mushannaf (7730) dari Daud bin Qais dan lainnya dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, bahwa Umar mengumpulkan manusia di dalam bulan Ramadhan dengan dua puluh satu raka'at, membaca dua ratus ayat, selesai ketika fajar."

Riwayat ini menyelisihi yang diriwayatkan oleh Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, dhahir sanad Abdur Razaq shahih, seluruh rawinya tsiqah.

Sebagaimana orang yang berhujjan dengan riwayat ini, mereka menyangka riwayat Muhammad bin Yusuf adalah mudhtharib, hingga selamatlah pendapat mereka dua puluh rakaat yang terdapat dalam hadits Yazid bin Khashifah.

Sangkaan mereka ini tertolak, karena hadits mudhtharib adalah hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi satu kali atau lebih, atau diriwayatkan oleh dua orang atau lebih dengan lafadz yang berbeda-beda, mirip dan sama, tapi tidak ada yang bisa menguatkan (mana yang lebih kuat).

Kami ketengahkan hal ini kalau kita anggap sanad Abdur Razaq selamat dari 'illat (cacat), akan tetai kenyataannya tidak demikian, kita jelaskan sebagai berikut:

1. Yang meriwayatkan Mushannaf dari Abdur Razaq lebih dari seorang, diantaranya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Ubbad Ad Dabari.

2. Hadits ini dari riwayat Ad Dabari dari Abdur Razaq, dia pula yang meriwayatkan Kitabus Shaum.

3. Ad Dabari mendengar dari Abdur Razaq karangan-karangannya ketika berumur tujuh tahun.

4. Ad Dabari bukan perawi hadits yang dianggap shahih haditsnya, juga bukan seorang yang membidangi ilmu ini.

5. Oleh karena itu dia banyak keliru dalam meriwayatkan dari Abdur Razaq, dia banyak meriwayatkan dari Abdur Razaq hadits-hadits yang mungkar, sebagian ahlul ilmi telah mengumpulkan kesalahan-kesalahan Ad Dabari dan tashif-tashifnya dalam Mushannan Abdur Razaq, dalam Mushannaf.

Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa riwayat ini mungkar, Ad Dabari dlm meriwayatian haditsnya diselisihi oleh orang yang lebih tsiqah darinya, yang menentramkan hadits ini kalau kita nyatakan hadits inipun termasuk tashifnya Ad Dabari, dia mentashifkan dari sebelas raka'at (menggantinya menjadi dua puluh satu raka'at) dan engkau telah mengetahui bahwa dia banyak berbuat tashif.

Oleh karena itu riwayat ini mungkar dan mushahaf (hasil tashif), sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, dan menjadi tetaplah sunnah yang shahih yang diriwayatkan di dalam Al Muwatha' (1/115) dengan sanad shahih dari Muhammad bin Yusuf dari Saibn bin Yazid. Wallahu a'lam.

(( Sumber : Sifat Shaum Nabi ))
Al-Qolam Kr-Moncol

Sabtu, 07 Agustus 2010

IMAN DAN TAQWA JALAN MENUJU KEMENANGAN


Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kepada kita semua nikmat-Nya. Mulai dari nikmat kesehatan, kesempatan, dan nikmat yang paling besar yaitu nikmat iman dan islam. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW., yang telah membawa manusia dari jalan kegelapan menuju jalan terang benderang yaitu islam.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.[ QS. Al A’rof : 96].

Tabi’at manusia menginginkan kebahagiaan dalam kehidupannya. Entah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dan semua yang dilakukan manusia pasti akan diarahkan kesana. Bahkan sebuah negeripun juga bertujuan untuk membahagiakan rakyatnya. Lihatlah apa yang dijanjikan para politisi kita hari ini, mereka menggembar gemborkan “ekonomi kerakyatan, anti new libaralisme” dan jargon-jargon yang lain. Intinya adalah menginginkan sebuah kesejahteraan.

Akan tetapi masarakat kita tidak mengetahui bahwa syarat untuk menjadikan negeri menjadi negeri yang diberkahi Allah SWT adalah dengan iman dan taqwa. Banyaknya para sarjana pertanian tidak akan menjamin pertanian makin baik. Banyaknya para ekonom tidaklah membawa suatu negeri menjadi maju ekonominya. Bahkan jika rakyat telah melahirkan para pakar-pakarpun tidak menjamin kemakmuran sebuah negeri, jika negeri tersebut menyebar kemaksiatan, kesyirikan dan kemungkaran. Akan tetapi kemakmuran dan kemajuan suatu negara dilihat dari ketaqwaan penduduknya kepada Allah SWT.
Sungguh sangat indah sebuah negeri yang penduduknya taat kepada Allah Ta'ala. Negeri yang Allah juluki dengan baldatun thoyybatun warobbun ghofur, negeri yang baik dan Allah Ta'ala mengampuninya. Dalam al qur’an Allah Ta’ala kisahkan negeri tersebut pada ayat-ayat dibawah ini :

"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. [QS. Saba’ : 15-16].

Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya : Kemakmuran mereka banyak dijelaskan oleh para salaf, diantaranya Qotadah : Beliau menceritakan bahwa seorang ibu berjalan, diatasnya pepohonan yang berbuah. Diatas kepalanya terdapat keranjang, dan keranjang inilah yang memetik buah kemudian berjatuhan kedalamnya hingga penuh. Si Ibu tidak perlu repot-repot memetik dengan tangannya, karena buah diatas kepalanya sangat banyak, masak-masak dan sangat bagus. Sebagian ulama’ juga menceritakan tentang keadaan mereka : bahwa tidaklah mereka mendapatkan di negeri mereka lalat, nyamuk, kutu busuk dan hama tanaman, yang demikian itu karena hawa yang baik, lingkungan yang nyaman dan pertolongan Allah SWT. kepada mereka agar mereka mentauhidkan-Nya dan menyembah-Nya. [ Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut ].

Tidaklah kita dapatkan hari ini sebuah negeri yang makmur sebagaimana negeri saba’. Sebuah negeri yang tidak didapatkan didalamnya nyamuk, lalat, penyakit-penyakit pada tanaman dan tubuh mereka. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan, jika ada seseorang yang datang ke negri Saba’ sedangkan tubuh mereka banyak penyakitnya, maka Allah subhanahuwata’ala mematikan penyakit tersebut.
Kemudian mereka berpaling dari mengesakan Allah Ta’ala. Menyembah dan bersukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada mereka dan menyembah matahari. Allah SWT. berfirman “ Maka kami datangkan kepada mereka banjir yang besar”.Qotadah dan yang lainnya berkata : Bendunganpun rapuh dan rentan. Kemudian datanglah musim hujan. Lalu, air menerjangnya hingga bendungan runtuh. Maka air melimpah kelembah-lembah dan melibas segala yang dilaluinya berupa bangunan, tumbuhan dan sebagainya. Karena itu air tidak lagi mengairi pepohonan di kanan dan kiri gunung sehingga mati dan binasalah pohon-pohon tersebut. Lalu tumbuhlah pohon lain yang buruk menggantikan pohon-pohon yang lezat. Pohon tersebut berbuah pait dan pepohonan yang banyak durinya. Semua ini karena keingkaran, kesyirikan serta pendustaan mereka kepada Allah SWT.

Kita potretkan kondisi negri saba’ dengan negeri kita hari ini. Betapa banyaknya para dokter dengan keilmuan yang mereka miliki. Para sarjana-sarjana pertanian dengan berbagai teknologi yang maju, tidak menjadikan berkurangnya penyakit pada tubuh manusia dan juga tanaman-tanaman yang ada. Bahkan semakin banyak dan semakin komplex penyakit yang menyerang tubuh manusia dan juga tanaman.
Bahkan jika kita lihat di negeri kita ini. Berbagai musibah menerpa silih berganti. Mulai dari tanah longsor, banjir yang rutin datang pada saat musim hujan di berbagai kota di Indonesia, gempa bumi yang menghilangkan ratusan nyawa, serta musibah alam yang lainnya, ini semua diakibatkan jauhnya kita dari Allah subhanahuwata’ala.
Bencana yang lebih parah adalah bencana akhlaq dan jatidiri sebagai seorang muslim. Hilangnya ahlaq yang islami serta ikutnya generasi kita dengan budaya orang kafir adalah musibah yang paling parah. Dari sinilah munculnya aborsi, pemerkosaan, perzinaan, pembunuhan dan berbagai dosa besar lainnya. Mungkin ini sebagai peringatan pada kita, agar kembali kejalan yang lurus. Agar kita menerima seluruh atruan Allah subhanahuwata’ala . Akan tetapi peringatan seperti ini tidak mungkin bisa dipahami kecuali bagi orang-orang yang mau berpikir.
Allah Ta'ala berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaDuh gusti Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar Ruum : 41).

وقال أبو العالية: مَنْ عَصَى اللهَ فِي الْأَرْضِ فَقَدْ أَفْسَدَ فِي الْأَرْضِ لِأَنَّ صَلاَحَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ بِالطَّاعَةِ
Berkata Abu Al'aliyah : Barang siapa bermaksiat pada Allah di muka bumi, maka dia telah berbuat kerusakan di bumi. Karena baiknya bumi dan langit dengan ketaatan.
Artinya, jika kita ingin memperbaiki bumi ini dan seluruh isinya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat tidak ada jalan lain harus menjauhi maksiat. Tidak hanya dalam pribadi saja, akan tetapi berusaha untuk amar ma’ruf [memerintah yang baik ] serta nahyu munkar [ melarang yang mungkar ] entah dengan tangannya, lesannya maupun hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Barang siapa diantara kalian melihat kemunkaran hendaklah ia rubah dengan tangannya, jika tidak sanggup dengan lesannya. Dan jika tidak sanggup dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman. [ HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i ].

Perlu diingat, bahwa suburnya tanaman, makmurnya sebuah negara dan sedikitnya bencana diukur dari ketaatan kepada Allah SWT. dan bukan yang lainnya. Ketika negara ini ingin menjadi negara yang diridhoi Allah Ta’ala, maka penghuninya harus siap untuk menerapkan syari’at islam. Siap untuk amarma'ruf dan nahi munkar( memerintahkan yang baik dan melarang yang mungkar). Berganti-gantinya presiden tidak akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat jika negara tersebut enggan untuk menerapkan syari’at Islam. Seluruh daya dan upaya dalam rangka untuk menyejahterakan negeri ini tidak akan tercapai walaupun harus mengeluarkan biaya yang besar, alat-alat yang canggih, para pakar yang ahli, semua tidak akan berarti jika kemaksiatan, kesyirikan dan kemunkaran masih marak disekitar kita.
Konsep kemakmuran suatu negeri tidak diukur dengan banyaknya sarjana-sarjana ekonomi. kemakmuran suatu negeri tidak diukur dengan banyaknya profesor-profesor. Akan tetapi kemakmuran suatu negeri diukur dengan iman dan taqwa.

Jikalau pada zaman dahulu kita dapatkan pencuri, maka pencuri pada hari ini bertambah banyak. Kalau di zaman kemerdekaan kita dapati perjudian, maka kita dapatkan perjudian berlipat ganda dibanding pada zaman kemerdekaan. Kalau hari ini kita dapati perzinaan, kemusyrikan, pembunuhan. Maka hal tersebut akan berlipat ganda dibanding pada zaman kemerdekaan. Segala daya dan upaya di kerahkan polisi dan aparat hukumnya untuk menanggulanginya, akan tetapi tidak mengurangi kemaksiatan dan kemunkaran yang menyebar disekitar kita. Dan bahkan menyebar dari perkotaan sampai di pedesaan. Dulunya pedesaan yang pada umumnya mereka tidak mengenal kemaksiatan, tetapi kemaksiatan tersebut bahkan melebihi kemaksiatan yang ada dikota-kota besar.
Jalan keluarnya bukanlah tegaknya demokrasi. Bukan pula pergantian presiden dan juga legislatif dan eksekutifnya. Akan tetapi jalan keluarnya adalah dengan kembali kepada Allah Ta’ala. Yaitu dengan penerapan syari’at islam diberbagai lini kehidupan serta memberantas kesyirikan, kebid'ahan dan kemaksiatan, sehingga tidak ada angin sedikitpun untuk berkembang dan menjajakan pemikirannya.
Demikian, kalau ada benarnya itu datangnya dari Allah SWT. dan jika ada kesalahannya itu datangnya dari saya sendiri dan dari bisikan syetan. Saya beristighfar kepada Allah Ta'ala. Dan semoga kesalahan tersebut diampuni-Nya.

(Sumber Khotbah Jum'ah)
Al-Qolam Kr-Moncol

KEUTAMAAN PUASA



Banyak sekali ayat yang tegas dan muhkam (Qath'i) dalam kitabullah yang mulia, memberikan anjuran untuk puasa sebagai sarana untuk Taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Azza wa Jalla dan menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman Allah Ta'ala yang artinya :

"Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum pria yang patuh dan kaum wanita yang patuh, dan kaum pria serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta wanita yang sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu', dan kaum pria serta wanita yang bersedeekah, dan kaum pria serta wanita yang berpuasa, dan kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya (syahwat birahinya), dan kaum pria serta kaum wanita yang banyak mengingat Allah. Allah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." (Surat Al-Ahzab : 35)

Dan firman Allah yang artinya :

"Dan kalau kalian puasa itu lebih baik bagi kalian kalau kalian mengetahuinya". (Surat Al-Baqoroh : 184)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan dalam hadits yang shahih bahwa puasa adalah benteng dari syahwat, perisai dari neraka, Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mengkhususkan satu pintu syurga untuk orang yang puasa, puasa bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek, hingga jadilah jiwa yang tenang. Inilah pahala yang besar, keutamaan yang agung, dijelaskan secara rinci dalam hadits-hadits shahih berikut ini, dijelaskan dengan penjelasan yang sempurna.

(Dari berbagai sumber)
Al-Qolam Kr-Moncol

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN


Ramadhan adalah bulan kebaikan dan barakah, Allah memberkahinya dengan banyak keutamaan sebagaimana penjelasan berikut:

1. Bulan Al-Qur'an
Allah menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, obat bagi kaum mukminin, membimbing kepada yang lebih lurus, menjelaskan jalan petunjuk, diturunkan pada malam Lailatul Qodar satu malam di bulan Ramadhan, Allah berfirman :

"Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia, dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan membedakan antara yang hak dan yang bathil. Maka barang siapa diantara kamu melihat bulan itu hendaklah ia berpuasa." (Surat Al-Baqoroh :185)

Ketahuilah saudaraku mudah-mudahan Allah memberkatimu sifat bulan Ramadhan sebagai bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an dan kalimat sebelumnya dengan huruf fa yang menyatakan ilat dan sebab: "barangsiapa yang melihatnya hendaklah berpuasa".
Memberikan isyarat illat (penjelasan sebab), yakni sebab dipilihnya Ramadhan adalah agar bulan tersebut adalah bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an.

2. Dibelenggunya syaithan dan ditutupkan padanya pintu-pintu neraka dan di bukanya pintu-pintu surga.
Pada bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena belenggu dan diikatnya jin-jin jahat dengan salasil (rantai), belenggu dan "Ashfad", mereka tidak bisa bebas merusak manusia sebagaimana bebasnya di bulan yang lain, karena kaum muslimin sibuk dengan puasa, hingga hancurlah syahwat, dan juga karena bacaan Al-Qur'an serta seluruh ibadah yang mengatur dan membersihkan jiwa, Allah berfirman (yang artinya) :

"Telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang dahulu sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa." (Surat Al-Baqoroh :183)

Karena banyaknya perkataan amalan shalih. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda (yang artinya) : "Jika datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu syurga (Dalam riwayat Muslim : "Dibukakan pintu-pintu rahmat") dan ditutup pintu- pintu neraka dan dibelenggulah syaithan." (HR Bukhori (4/97) dan Muslim (1079)

Semuanya itu sempurna diawal malam bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang artinya):
"Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syaithan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka tidak ada satu pintu pun yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu syurga tidak ada satu pun yang tertutup, menyerulah seorang penyeru : "Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah, Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada setiap malam. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi (682) dari Ibnu Majah (1642) dan Ibnu Khuzaimah (3/188) dari jalan Abi Bakar bin Ayyash drai Al-A'masy dari Abi Hurairah. Dan sanad hadits ini HASAN).

3. Malam Lailatul Qodar
Engkau telah tahu wahai hamba mukmin bahwa Allah Jalla Jalaluh memilih bulan Ramadhan karena diturunkan padanya Al-Qur'an Karim, dan mungkin untuk mengetahui hal ini dibantu qiyas dengan berbagai macam cara, diantaranya :

1. Hari yang paling mulia di sisi Allah adalah di bulan yang diturunkan padanya Al- Qur'an, hingga harus dikhususkan dengan berbagai macam amalan. Hal ini akan dijelaskan secara rinci dalam pembahasan malam Lailatul qadar, Insya Allah.

2. Sesungguhnya jika satu nikmat dicapai oleh kaum muslimin mengharuskan adanya tambahan amal sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah, hal ini berdasarkan firman Allah setelah menceritakan sempurnanya nikmat bulan Ramadhan(yang artinya):

"Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya, dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukan kamu (kepadanya) dan mudah-mudahan kamu mensyukuri-Nya." (Surat Al-Baqoroh : 185)

Firman Allah Tabaroka wata'ala setelah selesai nikmat haji yang artinya :

"Apabila kamu telah menyelesaikan hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana kamu menyebut orang-orang tuamu atau lebih sangat lagi." (Surat Al-Baqoroh :200)

KEUTAMAAN PUASA

Banyak sekali ayat yang tegas dan muhkam (Qath'i) dalam kitabullah yang mulia, memberikan anjuran untuk puasa sebagai sarana untuk Taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Azza wa Jalla dan menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman Allah Ta'ala yang artinya :

"Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum pria yang patuh dan kaum wanita yang patuh, dan kaum pria serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta wanita yang sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu', dan kaum pria serta wanita yang bersedeekah, dan kaum pria serta wanita yang berpuasa, dan kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya (syahwat birahinya), dan kaum pria serta kaum wanita yang banyak mengingat Allah. Allah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." (Surat Al-Ahzab : 35)

Dan firman Allah yang artinya :
"Dan kalau kalian puasa itu lebih baik bagi kalian kalau kalian mengetahuinya". (Surat Al-Baqoroh : 184)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan dalam hadits yang shahih bahwa puasa adalah benteng dari syahwat, perisai dari neraka, Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mengkhususkan satu pintu syurga untuk orang yang puasa, puasa bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek, hingga jadilah jiwa yang tenang. Inilah pahala yang besar, keutamaan yang agung, dijelaskan secara rinci dalam hadits-hadits shahih berikut ini, dijelaskan dengan penjelasan yang sempurna.

WAJIBNYA PUASA RAMADHAN
1. Barangsiapa dengan kerelaan hati berbuat kebajikan maka itu lebih baik baginya
Karena keutamaan-keutamaan diatas, maka Allah mewajibkan kaum muslimin puasa Ramadhan, oleh karena memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi nya dari apa yang biasa dilakukan termasuk perkara yang paling sulit, kewajiban puasa pun diundur sampai tahun kedua Hijriyah, setelah hati kaum mukminin kokoh dalam bertauhid dan dalam mengagungkan syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk melakukan puasa dengan bertahap, pada awalnya mereka diberi pilihan untuk berbuka atau puasa beserta diberi spirit untuk puasa, karena puasa masih terasa berat bagi para shahabat Radhiallahu 'anhum. Barangsiapa yang ingin berbuka kemudian membayar fidyah dibolehkan, Allah berfirman yang artinya :

"...Berpuasa, wajib membayar fidyah, memberikan makanan seseorang miskin, maka barangsiapa yang mendermakan lebih dengan sukanya sendiri, maka itu lebih baik baginya; bahwa puasa itu lebih baik baginya, jika kamu mengetahui."(Surat Al-Baqoroh : 184)

2. Barangsiapa yang melihat bulan Ramadhan berpuasalah.
Kemudian turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menghapus hukum diatas, hal ini dikabarkan oleh dua orang shahabat yang mulia : Abdullah bin Umar dan Salamah bin Al-Akwa' Radhiallahu 'anhum keduanya berkata : "Kemudian dihapus oleh ayat : "Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan yang membedakan antara yang hak dan yang bathil, maka barang siapa di antara kamu melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib ia berpuasa) beberapa hari (yang ketinggalan itu) di hari-hari yang lain, Allah menghendaki kelapangan bagimu dan Allah tidaklah menghendaki kesulitan bagimu. Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukan kamu (kepada-Nya) dan mudah-mudahan kamu mensyukuriNya." (Surat Al- Baqoroh: 185)

Dan dari Ibnu Abi Laila dia berkata : "Shahabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan kpd kami : "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan terasa memberatkan mereka, barangsiapa yang tidak mampu dibolehkan meninggal kan puasa dan memberi makan seorang miskin, sebagai keringanan bagi mereka, kemudian hukum ini dihapus oleh ayat : "Berpuasalah itu lebih baik bagi kalian". Akhirnya mereka disuruh puasa. (Diriwayatkan oleh Bukhori secara mu'allaq (8/181- fath), dimaushulkan oleh Baihaqi dalam (sunan) (4/200) sanadnya hasan).

Sejak itu jadilah puasa salah satu simpanan Islam, dan menjadi salah satu rukun agama berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang artinya):

"Islam dibangun atas lima perkara : Syahadata alla ilaaha illallahu, wa anna Muhammd rasulullah, menegakan shalat, menunaikan zakat, dan naik haji ke baitul haram, serta puasa Ramadhan". (Diriwayatkan oleh Bukhori (1/47), Muslim (16) dari Ibnu Umar)
(Sifat Shaum Nabi)
Al-Qolam Kr-Moncol