Kamis, 21 Maret 2013

Ayah…. Aku Lelah



“AYAH, ayah” kata Sang Anak.
“Ada apa?” tanya Sang Ayah.
“Aku lelah, sangat lelah. Aku lelah karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedangkan temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek, aku mau menyontek saja! Aku lelah, sangat lelah.
Aku lelah karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! Aku lelah, sangat lelah.
Aku lelah karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung, aku ingin jajan terus!
Aku lelah karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati.
Aku lelah karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-temanku, sedangkan teman-temanku seenaknya saja bersikap kepada ku.
Aku lelah Ayah, aku lelah menahan diri. Aku ingin seperti mereka. Mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah !!” sang anak mulai menangis.
Sang Ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ”Anakku ayo ikut Ayah, Ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak.
Mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang. Sang anak mulai mengeluh ”Ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah  karena banyak ilalang, aku benci jalan ini ayah” sang ayah hanya diam.
Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang.
“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku  suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.
“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah,” ayah mulai brtanya.
” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?,” tanya sang anak.
” Itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu,” sang ayah menjelaskan.
” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya?,”
”Nah, akhirnya kau mengerti”
”Mengerti apa? aku tidak mengerti”
” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi. Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga, dan akhirnya semuanya terbayar kan? Ada telaga yang sangat indah. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”
” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ” rengek sang anak.
” Ayah tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat. Begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu. Tapi, ingatlah anakku, ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri, jadilah seorang muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena tahu ada Allah di sampingnya. Maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang. Kau tau akhirnya kan?” jelas sang ayah lagi.
” Ya ayah, aku tau, aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar. ”
Sang ayah tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya. [ns/islampos/fb]

Al-Qolam Kr-Moncol

Rabu, 13 Maret 2013

KATA-KATA MUTIARA



·         ”Musibah, yang diterima karena Alllah semata, lebih baik bagimu dari pada nikmat yang membuat lupa mengingat-Nya.” (Ibnu Taimiyah)

·         Hasan Basri Rahimaullah : ” Tidak ada yang lebih menyejukan hati seorang muslim melihat anak atau temannya berbuat ketaatan kepada Allah.” (Tafsir Ibnu Kasir 3/439)

·         Abu Bakar ashSiddiq : ”menjauhlah dari ketenaran niscaya kamu akan dikejar ketenaran, bersemangatlah untuk mati niscaya kamu akan diberi kehidupan.” (Al Aqdul Farid 1/34)

Minggu, 10 Maret 2013

Ayah, Bunda……. Bermainlah Denganku



JABIR berkata, “Aku mengunjungi Rasulullah Saw yang waktu itu sedang berjalan merangkak ditunggangi oleh Hasan dan Husain Ra. Beliau mengatakan, ‘Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian berdua.” (HR. Thabarani)
Bermain kuda-kudaan, mungkin banyak di antara kita yang sering melakukan hal seperti ini dengan anak-anak kita yang masih kecil. Meladeni imajinasi anak-anak kita, membiarkan mereka melonjak riang di atas punggung kita yang terus bergerak merangkak. Dengan gaya bak penunggang kuda yang hebat ia tertawa riang sambil berteriak..”Yeah..yeah…ayo kudaku terus….ayo jalan…”. Itu pulalah kejadian yang di lihat oleh Shahabat Jabir r.a ketika ia mengunjungi Rasulullah SAW. Ia dapati Rasulullah sedang bermain kuda-kudaan dengan kedua cucunya, Hasan dan Husein.
Begitu pentingnya hal ini sampai-sampai Rasulullah memanjangkan sujudnya agar tidak mengganggu Hasan dan Husein yang sedang bermain di punggungnya.

عَنْ شَدَّادِ اللَّيْثِي قَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ فِي إِحْدَى صَلاتَيْ العَشِيِّ الظُّهرِ أَوِ العَصْرِ وَهُوَ حَامِلُ حَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ فَتَقَدَّمَ النَّبِيُّ ص فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلىَّ فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَي صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا. قَالَ: إِنِّي رَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا الصَّبِيُّ عَلىَ ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ ص وَهُوَ سَاجِد. فَرَجَعْتُ فيِ سُجُوْدِي. فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ ص الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ: ياَ رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَي الصَّلاَةَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتىَّ ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ. قَالَ: كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتىَّ يَقْضِيَ حاَجَتَهُ – رواه أحمد و النَّسائي والحاكم

Dari Syaddan Al-Laitsi r.a berkata,”Rasulullah SAW keluar untuk shalat di siang hari entah dzhuhur atau ashar, sambil menggendong salah satu cucu beliau, entah Hasan atau Husain. Ketika sujud, beliau melakukannya panjang sekali. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil berada di atas punggung beliau SAW. Maka Aku kembali sujud. Ketika Rasulullah SAW telah selesai shalat, orang-orang bertanya,”Ya Rasulullah, Anda sujud lama sekali hingga kami mengira sesuatu telah terjadi atau turun wahyu”. Beliau SAW menjawab,”Semua itu tidak terjadi, tetapi anakku (cucuku) ini menunggangi aku, dan aku tidak ingin terburu-buru agar dia puas bermain. (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim)
Anak-anak memang lebih mengutamakan fisik daripada orang dewasa. Ketika mereka mengalami tekanan secara emosional, maka tubuh mereka harus melepaskan semua energi itu. Itulah salah satu alasan mengapa anak-anak seperti memiliki energi yang jauh lebih besar dari kita, sehingga bermain terus seperti tidak mengenal lelah.
Kecenderungan itulah yang harus kita mamfaatkan untuk pertumbuhan anak dan membangun kedekatan dengan kita selaku orangtua. Ketika kita bermain dengan permainan fisik bersama anak-anak kita, tawa, teriakan dan keringat yang mereka keluarkan sesungguhnya melepas hormon stress yang ada dalam diri mereka. Keceriaan yang mereka rasakan bersama kita itulah yang membuat hubungan kita dan anak semakin erat.
Bagaimana pun anak-anak memiliki dunianya sendiri. Yang kita tidak mungkin masuk dan terlibat di dalam dunia mereka setiap saat. Mereka akan tetap nyaman bermain bersama dengan teman-teman sebaya mereka. Jadi wajar kalau kemudian Rasulullah memperpanjang sujudnya agar Hasan atau pun Husein puas bermain di atas punggungnya kala Rasulullah sujud. Karena Rasulullah tahu bahwa mereka tidak akan mengambil porsi yang lama untuk kesenangan mereka itu. Begitu baiknya perhatian Rasulullah akan upaya untuk membangun ikatan emosional ini. Bukankah dengan  kedekatan emosional yang baik akan memudahkan buat kita untuk mengkomunikasikan sebuah nilai kepada mereka ? 

Diambil dari : [ns/islampos/pn]
Al-Qolam-Kr.Moncol

Kamis, 07 Maret 2013

Amanah yang Mendatangkan Berkah



Ibnu Jarir ath-Thabari bercerita, “Saya berada di Mekah saat musim haji. Saya melihat seseorang dari Khurasan berkata, “Wahai sekalian orang yang berhaji, penduduk Mekah ataupun pendatang, saya kehilangan sebuah kantong berisi uang seribu dinar, bagi yang menemukan dan mengembalikannya, semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik, membebaskannya dari neraka, serta mendapatkan pahala yang besar di hari hisab.”
Lalu seorang kakek berdiri dan berkata, “Wahai orang Khurasan, negeri kami sedang krisis, pintu pencaharian juga lagi susah, boleh jadi harta itu ditemukan oleh seorang  mukmin yang fakir lagi tua, lalu ia berjanji akan mengembalikannya kepadamu selagi diberi upah sebagian saja agar menjadi harta yang halal.” Orang Khurasan itu berkata, “Berapa kira-kira hadiah yang diharapkan?” Kakek itu berkata, “Sekitar sepuluh persennya, yakni seratus dinar.” Orang Khurasan itu berkata, “Aku tidak rela, aku serahkan saja urusannya kepada Allah, aku akan menuntutnya di Hari Kiamat, hasbunallah wa ni’mal wakiil.”
Aku (Ibnu Jarier) berkata dalam hati, “Kakek itu seorang yang fakir, jangan-jangan dia telah menemukan barang itu, lalu ingin mendapatkan sebagian darinya.” Maka aku mengikutinya hingga ia sampai ke rumahnya. Ternyata dugaanku benar, aku mendengar ia memanggil istrinya dan berkata, “Wahai Lubabah, saya bertemu dengan pemilik dinar itu, tapi dia tidak mau memberi hadiah sedikitpun bagi yang menemukannya. Tatakala aku memintanya untuk memberikan seratus dinar bagi yang menemukannya, dia menolak dan akan menyerahkan urusannya kepada Allah, lalu apa yang harus aku perbuat wahai Lubabah? Saya harus mengembalikannya, saya takut kepada Allah.”
Sang istri berkata, “Suamiku, aku sudah hidup miskin bersamamu selama 50 tahun, sementara kamu mempunyai banyak tanggungan. Ambil saja harta itu, lalu kamu berikan sisanya setelah kamu mencukupi tanggunganmu dan melunasi hutang-hutangmu.”
Kakek tua itu berkata, “Wahai Lubabah, apakah aku akan makan harta haram setelah aku bersabar dengan kefakiranku selama 86 tahun, lalu aku relakan tubuhku dilalap api neraka? Apakah aku rela mendapatkan murka Allah sementara aku telah dekat dengan liang kuburku? Demi Allah aku tidak akan melakukannya.”
(Keesokan harinya, terjadilah peristiwa seperti hari sebelumnya, pemilik dinar itu tak hendak memberikan upah bagi yang menemukannya, meskipun hanya dengan sepuluh dinar, dan dia menyerahkan urusannya kepada Allah. Hal yang sama juga terjadi pada hari yang ketiga)
Hingga kemudian sang kakek berkata, ”Wahai orang Khurasan, ayo ikut aku, dinarmu ada padaku, saya tidak bisa tidur sejak menemukan harta itu.”
Orang Khurasan itu mengikuti sang kakek, hingga tatakala sampai di rumah, sang kakek menyerahkan dinar itu dan berkata, ”Ambillah hartamu, semoga Allah mengampuniku dan memberikan karunia-Nya kepadaku.” Tanpa ragu, orang Khurasan itu mengambil uangnya. Namun tatkala hendak keluar rumah, tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan berkata, ”Wahai Kakek, ayahku telah meninggal, dia mewarisiku uang sebanyak 3000 dinar, lalu berwasiat, ”Keluarkanlah yang sepertiganya untuk orang yang menurutmu paling layak.” Lalu aku mengikat sepertiganya dalam kantong ini hingga bertemu dengan orang yang layak mendapatkannya. Demi Allah, saya tidak melihat orang yang lebih layak mendapatkannya selain Anda. Ambillah seluruhnya, semoga Allah memberkahimu, dan membalasmu dengan kebaikan karena amanahmu, juga kesabaranmu saat berada dalam kefakiran.” Orang itupun menyerahkan uang seribu dinar itu, kemudian pergi. (Arsyif Multaqa ahlil hadits)

Disadur dari : Arrisalah
Al-Qolam Kr-Moncol
 

Senin, 04 Maret 2013

KATA MUTIARA

“ MUTIARA IBADAH ” Rosul bersabda: “Setan membuat tiga simpul di tengkuk seseorang saat tidur. Dia menghembuskan di tiap simpul tersebut ‘malam masih panjang, tidurlah’, Jika orang tersebut bangun dan berdzikir kepada Allah, lepaslah satu simpul. Jika berwudlu, lepaslah satu simpul lagi, jika ia sholat, lepaslah simpul itu semua. Maka pagi harinya ia kan bersemangat dan jiwanya sehat. Jika tiadk melakukan hal tersebut, mak pagi harinya jiwanya kotor dan malas” (HR. bukhari).
 " MUTIARA AKHLAK " Dari Abu Musa RA. Rosulullah saw. Bersabda: “Siapa yang berjalan di masjid atau pasar-pasar sedangkan ia membawa anak panah, maka hendaklah ia memegang ujungnya, supaya tidak mengenai seorang muslim lainnya” (HR. Bukhari, Muslim). Saudaraku, Rosul mengajari kita untuk selalu waspada jangan sampai diri dan apa yang ada pada kita mengganggu, apalagi merugikan orang lain. Ini adalah minimal kebaikan kita. Alangkah baik dan mulyanya jika bias lebih dari itu. Semoga…..

Al-Qolam Kr-Moncol