Senin, 17 Desember 2012

Suami Istri yang Kelaparan lalu Allah Memberikan Rizki untuk Mereka Makan


Hadis :
Thabrani meriwayatkan dalam Al-Ausath dan Baihaqi dalam Ad-Dalail dari Abu Hurairah ia berkata, "Seorang laki-laki tertimpa kelaparan, lalu dia pergi ke daratan. Istrinya pun berdoa, "Ya Allah limpahkanlah rizki-Mu kepada kami  apa yang cukup untuk menjadi adonan kami  dan roti kami." Ketika suaminya pulang, nampannya penuh dengan adonan dan di atas tungku terdapat daging  yang siap dimasak serta penggilingan mereka bekerja menggiling. Suami bertanya, "Dari mana semua ini?" Istri menajwab, "Rizqi dari Allah." Maka dia menyapu apa yang ada di sekeliling penggilingan. Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Seandainya dia membiarkannya niscaya penggilingan itu akan berputar atau menggiling sampai pada hari kiamat."

Penjelasan Hadis
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam menceritakan sepasang suami istri yang shalih. Keduanya dalam keadaan sangat lapar. Saking laparnya, suaminya tidak tahan berdiam di rumah. Diapun keluar ke daratan. Lalu si istri berdoa kepada Allah agar memberinya rizki sebuah penggilingan dan memberinya adonan untuk membuat roti. Allah mengabulkan doanya. Ketika suaminya pulang, nampan besar yang biasa digunakan untuk mengaduk adonan telah penuh dengan adonan, dan penggilingan terus berputar  menggiling biji-bijian, sementara di atas tungku terdapat daging yang melimpah siap untuk dimasak.
Suaminya bertanya, "Dari mana ini?" Istrinya menjawab, "Dari rizki Allah." Lalu suaminya menyapu remahan di sekeliling penggilingan. Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam menyampaikan bahwa seandainya laki-laki ini membiarkan penggilingan bekerja, niscaya ia terus bekerja sampai hari kiamat.
Mungkin ada yang tidak percaya kepada kisah seperti ini dengan alasan karena tidak masuk akal. Orang yang seperti ini, dia lupa bahwa itu adalah rizki Allah kepada hamba-hambaNya yang shalih sebagai karamah bagi mereka dan Alah berkuasa atas segala sesuatu. Dan hal seperti itu sudah sering terjadi di banyak peristiwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam dan para sahabatnya, di mana Allah melimpahkan makanan dan minuman, lalu mereka makan dan minum dari makanan dan minuman yang hanya cukup untuk sedikit orang saja.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah  Hadis
1.      Adanya karamah bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Hal ini ditetapkan oleh banyak dalil yang sampai pada tingkat mutawatir, dan beriman kepada karamah para wali termasuk akidah ahlus sunah wal jamaah. Akan tetapi karamah hanya terjadi pada para wali yang benar-benar bertaqwa. Sesuatu yang di luar batas kewajaran mungkin saja terjadi pada orang terusak di muka bumi ini, dan di antaranya adalah dajjal yang telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Tidak boleh memberitakan karamah seorang hamba Allah kecuali diyakini kebenarannya atau dengan kesaksian atau penglihatan. Banyak sekali dusta dalam hal ini dari para pembual dan pendusta yang memainkan akal manusia. Mereka mengklaim secara dusta karamah untuk diri mereka atau syaikh mereka.
2.      Besarnya keuatamaan doa. Allah telah mengabulkan doa wanita ini. "Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu." (Ghafir: 60).
3.      Adanya orang shalih pada zaman umat terdahulu.
4.      Dari hadis ini kita mengetahui bahwa manusia sejak dulu telah mengenal adonan dan roti. Mereka mengenal penggilingan untuk menghaluskan biji-bijian, nampan untuk adonan, dan cetakan untuk membuat dan mematangkan roti.

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 215-217.

Al-Qolam Kr-Moncol
 

Mensyukuri Hadiah Kehidupan



– Pagi yang sempurna, cerah nan indah mentari menyapa, diiring merdu kicau burung berbaur ocehan anak-anak bahagia, lembut semilir segar mengalir menghadirkan kesejukan alam membawa karunia Allah ‘Azza wa Jalla, sejuk udara pagi melengkapi kenikmatan secangkir teh manis alami.
Wahai saudara, sadarkah kita sekian banyak nikmat yang berlalu begitu saja, seakan tiada yang istimewa, semua biasa saja, setiap pagi setiap hari semacam itu berlalu bersama umur yang melaju dan tiba-tiba kita terhenyak tersadar akan sekian banyak nikmat yang berlalu ketika semua sudah hilang dan tiada kita miliki lagi, padahal belum sempat
Sering kali manusia terlalu sempit memaknai nikmat karunia Ilahi, hanya yang bersifat materi, sedangkan yang tidak berhubungan dengan materi selalu luput dari perhatian, dan cenderung dilupakan. Betapa senangnya ketika seseorang mendapatkan uang sejuta, misalnya, atau menerima hadiah sepeda motor. Kebahagiaan pun diungkapkan dengan biasa. Ia akan berterima kasih kepada yang memberikan hadiah itu, bahkan bisa jadi berulang kali.
Namun, pernahkah terpikirkan bahwa ada banyak hadiah lain yang luar biasa besarnya hanya berlalu begitu saja, seakan kita tidak pernah menyadarinya, sehingga tidak ada keinginan untuk berterima kasih atau bersyukur atas hadiah tersebut. Sebut saja tarikan dan hembusan nafas yang setiap waktu dilakukan manusia, pernahkah kita haturkan syukur atas kembang kempisnya paru-paru? Sadarkah ini adalah hadiah kehidupan dari Allah ‘Azza wa Jalla? Hadiah ini lebih pantas untuk disyukuri daripada hadiah dari manusia.
Pernahkah kita menghitung berapa kali kita bernafas? Berapa tarikan dan hembusan udara dari rongga dada yang dilakukan tiap harinya? Tak terhitung tentunya, dan sebanyak itulah setidaknya, bahkan lebih dari itu manusia mendapatkan hadiah kesempatan hidup, dan semestinya sebesar itu pula manusia bersyukur kepada Sang Pencipta.
Hadiah kehidupan, suatu karunia yang tiada ternilai dengan kata-kata, sekian banyak orang mau membayar dengan harga berapa pun untuk kehidupannya. Sebagian orang mencari hadiah kehidupan di setiap sudut bumi, setiap tempat dijelajahi untuk mendapatkan tambahan kesempatan kehidupan, bahkan berharap keabadian yang tak mungkin didapatkan di dunia ini. Berapa pun harta yang harus dikeluarkan akan disiapkan. Namun Allah telah memberikan hadiah kehidupan kepada manusia tanpa diminta, manusia telah mendapat lebih dari yang diharapkan.
Syukur seharusnya dilakukan setiap detik bersama tarikan dan hembusan nafas dengan  tulus dan ikhlas. Syukur selanjutnya harus memberikan makna lebih atas kesempatan hidup yang dikaruniakan, sehingga hidup lebih bernilai, yang akhirnya mendapatkan hadiah kebahagiaan yang utuh, materi dan maknawi. (By Losing Generation)
Editor: Agus
Dari : An-najah.net