Minggu, 10 November 2013

MUTIARA AQIDAH


Rosulullah saw bersabda: "Dua nikmat yangk banyak manusia tertipu olehnya,yaitu sehat dan waktu senggang" (HR. Bukhari). Saudaraku, tertipu karena tdk menggunakan dua nikmat tsb untuk taat kepada Allah. Namun, rasa rugi itu tak dirasakan saat di dunia, sehingga tak mudah utk tdk tertipu. Baru pd saat ajal datang, rasa sesal krn tertipu mulai muncul, dan akan terus berlanjut sampai di akhirat. Sebuah penderitaan yang amat berat dan panjang. Na'udzubillahi min dzalik.

Jumat, 08 November 2013

HABIB BIN ZAID, Sekokoh Karang Sekuat Baja



Saat iman menghujam di dada, segala ujian dan cobaan akan terasa ringan. Tiap rasa sakit dan kesulitan akan dilihat sebagai ujian. Kala menghadapinya, bukan kesedihan yang dirasa, melainkan bahagia karena berhasil melewatinya dan membuktikan ketulusan dan kekuatan imannya kepada Allah. Inilah yang terjadi pada Habib bin Zaid, untuk mempertahankan imannya, ia rela mempertaruhkan nyawa.
Habib bin Zaid termasuk generasi awal shahabat Anshar. Sebelum berhijrah ke Madinah, Rasulullah mengirim Musab bin Umair sebagai juru dakwah. Lewat dakwah Mushab bin Umair inilah Zaid memeluk Agama Islam. Pertemuan pertamanya dengan Nabi terjadi pada peristiwa Ba’iat Aqabah kedua. Kala itu, Nabi mengumpulkan 73 shahabat dan 2 shahabiyah anshar dari kabilah Aus dan Khazraj di bukit Aqabah untuk bersumpah setia menjadi pembela dan penyebar risalah Islam.
Habib bin Zaid baktikan hidupnya untuk Islam. Ia ikut terjun dalam pertempuran-pertempuran penting. Pada perang Uhud, bersama ibunya, Ummu Umarah, Habib menjadi bagian dari pasukan Islam yang bertahan melawan pasukan kafir Quraisy. Namun, kisahnya yang paling menarik adalah saat Nabi memilihnya sebagai utusan Rasulullah kepada Musailamah al-Kadzdzab sang Nabi palsu.
Sebelum Musailamah mendeklarasikan diri sebagai Nabi, Bani Hanifiah dipimpin oleh Haudzah bin Ali. Nabi Muhammad n pernah mengirimkan shahabat Salith bin al-Amiry menyampaikan surat dakwah kepadanya. Ajakan ini diterima dengan baik dan ramah oleh Haudzah. Ia bersedia memeluk Islam sesuai ajakan Nabi n, tetapi mengajukan syarat untuk berbagi kekuasaan. Ia mengirim surat balasan tersebut dan memberikan berbagai macam hadiah bagi Nabi n, tetapi beliau tidak menanggapi syarat Haudzah.
Ketika Nabi n dalam perjalanan pulang dari Fathul Makkah, beliau mendengar kabar kematian Haudzah dari Malaikat Jibril. Beliau umumkan berita duka itu kepada para shahabat. Setelah itu beliau sampaikan sebuah ancaman baru akan terjadi.
“Akan muncul seorang pendusta yang mengaku sebagai nabi dari Yamamah. Setelah aku tiada, dia akan menjadi penjagal.”
Shahabat bertanya siapa yang akan dibunuh oleh Musailamah dan siapakah yang menjadi korbannya. Beliau menjawab, “Kalian dan teman-teman kalian.”
Prediksi Nabi di atas benar-benar terbukti. Musailamah mengangkat dirinya sebagai Nabi. Ia mendapat dukungan hingga jumlah pengikut terus bertambah besar. Khususnya dari Bani Hanifah dan penduduk Yamamah. Keberadaan mereka menjadi ancaman baru. Bahkan Musailamah berani meminta hak kenabian kepada Rasulullah saat beliau masih hidup. Dengan lancang ia mengawali suratnya, “Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah.”
Nabi n mengirim balasan surat kepada Musailamah untuk membongkar kesesatannya dan menghentikan provokasinya kepada masyarakat Arab. Untuk menjalankan misi penting tersebut, Nabi n memilih Habib bin Zaid.
Habib sadar risiko yang akan dihadapinya. Misi tersebut mempertaruhkan nyawa. Namun ia siap menghadapinya. Baginya, hal itu tidak ada bedanya bertempur di medan perang melawan musuh-musuh Islam. Andai ia gugur, ia mati sebagai syahid.
Kala itu, telah menjadi etika umum bahwa seorang utusan tak boleh diganggu, dilukai apalagi dibunuh. Namun, Nabi palsu Musailamah tak mengindahkan etika tersebut. Ia perintahkan anak buahnya menangkap Habib dan menyiksanya tanpa peri kemanusiaan.
Esok harinya, Musailamah kumpulkan rakyatnya. Ia ingin menunjukkan seorang shahabat Anshar akan menjadi pendukung barunya dan murtad dari agama Islam. Jika itu terjadi, para pendukungnya akan semakin patuh dan percaya kepadanya. Wibawanya akan semakin tinggi.
Habib dibawa ke tengah kerumunan. Terlihat jelas bekas siksaan berat di sekujur tubuhnya. Setelah menghujani Habib dengan berbagai siksaan, Musailamah shahabat Anshar itu akan berubah haluan.
Musailamah bertanya dengan angkuh kepada Habib bin Zaid, “Apakah engkau mengakui Muhammad itu sebagai utusan Allah?”
“Ya, benar. Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,” kata Habib.
Musailamah mulai geram, “Apakah engkau mengakui aku juga utusan Allah?”
“Apa? Apa yang kamu katakan? Aku tidak mendengar apapun,” kata Habib pura-pura tuli.
Amarah Musailamah langsung meledak hingga ke ubun-ubun. Ia bertanya sekali lagi, “Apakah engkau mengakui Muhammad itu sebagai utusan Allah?”
“Benar, saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah!” Jawab Habib mantap.
“Apakah engkau juga mengakui aku sebagai utusan Allah?”
Habib kembali pura-pura tak mendengar, “Apa yang kamu katakan. Aku tidak mendengar apa-apa.”
Kemarahan Musailamah tak terbendung lagi. Ia memerintahkan algojo memberinya pelajaran. Sang algojo menusukkan pedang ke tubuh Habib perlahan-lahan supaya ia merasakan sensasi kepedihan tak terperikan. Musailamah seakan tak puas melihat penderitaan Habib tersebut. Ia lalu perintahkan menyayat dan mengiris tubuh Habib sedikit demi sedikit dan sepotong demi sepotong.
Tak bisa dibayangkan rasa sakit yang menjadi penderitaan Habib bin Zaid. Siksaan berat itu benar-benar menguji keimanannya. Tapi, bukan teriakan ampun yang keluar dari mulut shahabat mulia tersebut, melainkan kalimat tauhid La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Ia bertekad menjaga keimanannya hingga hembusan nafas terakhir.
Habib bin Zaid lebih memilih mati dalam keimanan. Meski dalam kondisi tersebut ia mendapat ruhsah berpura-pura kafir. Ancaman maut yang dihadapinya benar-benar nyata. Ia dibiarkan hidup hanya jika mengaku beriman kepada Musailamah. Ia akan dibunuh jika masih beriman dan mengakui Muhammad sebagai Rasulullah. Tiada pilihan lain. Karena kondisi itulah, ia dibolehkan mengucapkan kalimat kufur, sedang hatinya mengingkari dan masih tetap beriman.
Kendati demikian, Habib lebih memilih mati syahid daripada harus bertaqiyah. Pilihan ini memang tidak ringan. Namun ia menjalaninya dengan tabah karena yakin pahala yang lebih besar dari Allah. [ali]

Rabu, 25 September 2013

Iblis pun Tak Lelah…



Pisau telah terasah tajam, anak semata wayang, sembilir tulang yang dirindukan siang-malam kelahirannya, yang ditinggalkan ketika bayinya itu telah berpasrah ridho menyambut titah Robb yang diserukan dalam mimpi ayah handanya. Ismail sang anak yang penuh kesabaran menyambut perintah penyembelihan dirinya dengan kalimat yang menggetarkan qalbu-qalbu keimanan, dan Ibrahim sang ayahanda yang tak pernah meletakan ketaatannya pada Alloh di belakang tirani perasaannya berdiri dengan tenang melawan berjuta amuk perasaan.
Kisah selanjutnya tentu sudah kita hafal bersama. Mungkin, hanya satu episode ringan yang terkadang kita lewati. Tentang sosok iblis penggoda, mendatangi ibrahim, ia gagal, rajaman batu ibrahim memanaskan tubuhnya, tak berhenti, ia datangi hajar, sang bunda yang penuh kelemah lembutan, namun, lagi-lagi, kutukan dan rajaman batu yang ia rasakan, tak juga menyerah, Ismail pun tak luput dari targetnya, namun juga pada akhirnya hanya menjadi penyesalan bagi sang pemilik gelar durjana.
Nah, kita jadi bertanya, sebegitu bodohnya kah iblis, mau repot2 menggoda para rosul, orang-orang pilihan Alloh? Alloh tentu tidak akan memilih orang sembarang, yang gampang tergoda, meski bergelombang ujian menerpa? Tidak mungkin. Tapi dia, iblis, ternyata tak mengenal lelah menebar dusta, mengajak ingkar pada robbuna meski dia seorang anbiya, juga tak mengenal siaran tunda meski tubuh telah lelah mendera luka.
Ya Alloh, alangkah malunya kita, berhenti memasuki medan juang saat kerikil baru menggelitik ujung jemari kaki, alangkah ridhonya kita mengatakan, “Ah dia sulit untuk didakwahi… dia dedengkot thogut, dia pemilik hati berkarat-karat” padahal seutas doa pun belum terlontar mengiring ajakan menuju mihrab-Nya. Duh, alangkah beratnya hati untuk mengatakan, bahwa kita sudah mendahului ketentuan Alloh sebelumnya segalanya kita kerahkan.
Ganjar Wijaya 

Senin, 02 September 2013

Sebab Sebab Turunnya Rezeki



Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
Juga firman Allah yang lain,artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
- Berbuat Baik kepada Orang Lemah

Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
- Serius di dalam Beribadah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.
Al-Sofwah( Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan. )/Bambang Ant