Kamis, 28 Mei 2020

Kawan Dan Lawan Dalam Perspektif Islam

Surakarta (An-najah.net) – Kawan dalam terminologi Islam adalah seorang yang bukan diikat oleh ikatan darah, warna kulit, suku bangsa, atau bahasa. Namun, mereka yang diikat oleh ikatan keimanan, pancaran kecintaan dan kebencian, sikap dan persepsinya terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah Rasulullah menyebutkan bahwa ikatan Islam yang kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Sebaliknya, lawan dalam Islam disekat oleh sekat keimanan, pandangan dan sikap kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan disekat oleh kedekatan, status sosial, keturunan, pangkat, derajat, dan lainnya.
Penempatan kawan dan lawan yang tepat akan melahirkan sikap yang benar. Sebaliknya penempatan yang salah akan melahirkan sikap yang keliru, bahkan dalam tingkatan tertentu yang seharusnya menjadi kawan dianggap sebagai lawan atau sebaliknya.
Dalam frame perjuangan Islam, penempatan kawan dan lawan harus tepat, tidak boleh bergeser sedikitpun apalagi keliru. Penempatan yang tepat seperti menyangga sebuah bangunan yang masing-masing sebagai penguat untuk mendirikan dan menegakkan bangunan dalam wujud kebersamaan.
Namun, sebaliknya penempatan yang salah, seperti menyangga sebuah bangunan. Tapi hakekatnya merobohkan bangunan itu sendiri, karena masing-masing tercerai berai dalam persepsi yang keliru antara kawan dan lawan.

Wa’yu (kesadaran) untuk memaknai kawan dan lawan serta menempatkannya dengan benar dalam bingkai Iqomatuddin hari ini nampaknya jauh dari kenyataan. Masing-masing mempunyai klaim sebagai penegak bangunan din ini, sementara yang lain dianggap tidak mempunyai hak, yang akhirnya tidak saling menguatkan, namun justru satu dengan yang lainnya saling merobohkan.
Batasan antara kawan dan lawan tidak jelas. Batas kecintaan dan kebencian samar. Masing-masing bertikai. Prioritas amalan tidak ada. Sementara musuh semakin mengokohkan cengkramannya. Membelah-belah umat, menancapkan taring-taring syetannya.
Akibatnya, umat tidak memandang indahnya sebuah bagunan, bukan sebagai rahmat bagi alam semesta yang penuh keteduhan dan kedamaian. Namun, mereka justru sinis melihatnya tidak merasa memiliki dan bahkan malu dan muak. Lebih jauh tersebarnya berbagai fitnah ditengah-tengah mereka. Umat bergelimang dalam lautan syahwat dan syubhat. Tersebarnya berbagai kemusyrikan, meratanya kemaksiatan dan merajalelanya kebodohan. Kebenaran terbalik, yang halal menjadi haram yang haram menjadi halal.
Mereka sama-sama merobohkan bangunan. Ini satu akibat mereka salah menempatkan siapa kawan dan siapa lawan. Akankah kenyataan ini menjadi sebuah pelajaran? (Anwar/Reflekasi annajah edisi 27)

Al-Qolam Kr-moncol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar