Minggu, 15 November 2009

Hidup Lebih Indah Tanpa Ghibah















Tidak ada alasan untuk menyebarkan aib seseorang, kecuali jika dilakukan dengan terang-terangan, atau terpaksa menyebutkannya karena mencari jalan keluar, atau terkait dengan penetapan hukum. Adalah wajar, ketika seseorang tidak ingin aibnya tersebar, sedangkan setiap manusia memiliki aib, sedikit ataupun banyak. Salah satu jurus ampuh, agar aib kita tak terdedah adalah mencegah diri dari ghibah dan mengorek aib sesama muslim. Karena mengorek aib orang lain adalah sebab utama ditampakkannya aib di hadapan orang banyak. Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tapi belum merasuk dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing kaum muslimin, dan janganlah kalian mengorek aib mereka. Karena barangsiapa mengorek aib mereka, maka Allah akan mengorek aib dirinya, dan jika Allah berkehendak mengorek aib seseorang, maka Allah akan menampakkan aibnya, meskipun ia berada di dalam rumahnya." (HR Abu Dawud)
Beberapa penggalan kisah dan nasihat salaf berikut ini juga menjadi pelajaran penting bagi siapapun yang tak ingin terjerumus ke dalam dosa ghibah. Sekaligus juga menjadi teladan, bagaimana mestinya bersikap kepada orang yang menggunjingnya.

Antara Ucapan Salam dan Ghibah
Ghibah biasanya dilakukan oleh orang yang mengenal korban. Terkadang justru orang dekat, yang ketika ketemu saling mengucapkan salam dan menjawabnya. Jika didalami makna salam, ini menjadi aneh. Karena ucapan salam bukan sekedar basa-basi atau kata-kata pemoles bibir. Seperti yang dijelaskan oleh tokoh tabi'in Sufyan bin Uyainah RHM. Beliau berkata, "Orang yang mengatakan assalammu alaikum, berarti dia mengatakan engkau selamat dari gangguanku dan aku selamat dari gangguanmu, kemudian dijawab dengan wa'alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuhu. Maka tidak sepantasnya jika kedua pihak yang saling mengucapkan salam itu menggunjing di belakangnya dengan sesuatu yang tidak layak, baik berupa ghibah ataupun selainnya."

Lari dari Ghibah Seperti Lari dari Singa
Kebiasaan menggunjing tidak selalu dilakukan kaum wanita, tidak pula hanya terjadi di tempat arisan, pasar atau saat kerumah tetangga. Kadang, ghibah terjadi di depan masjid, usai shalat dan dzikir ditunaikan. Karenanya, tokoh tabi'in Abdullah bin Mubarak RHM tidak menyukai duduk-duduk di depan masjid usai shalat tanpa perlu. Menjadi kebiasaan beliau, apabila beliau shalat dimasjid ia bersegera pulang ke rumahnya. Suatu kali beliau ditanya, "Mengapakah anda jika shalat bersama kami lantas bersegera pulang , tidak duduk-duduk bersama kami terlebih dahulu?" Beliau menjawab, "saya tinggalkan kalian dan aku bersegera menemui para sahabat dan tabi'in." Mereka bertanya, "Di mana ada para sahabat dan para tabi'in?" Beliau menjawab,"Aku pergi untuk membaca, maka aku mendapatkan jejak dan amal-amal mereka. Adapun, jika aku duduk-duduk bersama kalian, apa yang bisa saya kerjakan? Kalian berkumpul untuk menggunjing manusia! menjauh dari (menggunjing manusia) adalah lebih dekat kepada Allah..dan larilah kamu dari orang yang menggunjing sebagaimana kalian lari tatkala melihat singa."

Bila Ustadz Saling Menggunjing
Ketika seseorang dijadikan panutan, ia juga memiliki pengikut, peluang untuk menggunjing relatif terbuka. Termasuk juga para ustadz dan kyai. Menurut al-Ghazali, salah satu pemicu ghibah adalah ingin menonjolkan dirinya di hadapan orang yang diajak bicara, lalu ia menyebut sisi kekurangan rivalnya.
Tapi, akhlak yang dimiliki oleh seorang Imam Madzhab, Abu Hanifah RHM layak dijadikan teladan bagi para ustadz dan mubaligh. Abdullah bin Mubarak pernah berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, "Wahai Abu Abdillah alangkah jauhnya Abu Hanifah dari ghibah. Aku tak pernah mendengar beliau menyebutkan satu keburukan pun tentang rivalnya." Sufyan ats-Tsauri menjawab, "Abu Hanifah sangat berakal, sehingga tidak membiarkan kebaikannya lenyap begitu saja."
Alangkah indah bila dunia para penuntut ilmu dan aktivis Islam lengang dari tradisi ghibah. Sehingga, majlis ilmu benar-benar menjadi pencerahan, bukan malah membingungkan, menjadi pemicu amal, bukan penyulut permusuhan.

Hadiah untuk Orang yang Menggunjing
Lantas bagaimana jika kita sudah berusaha untuk tidak menggunjing' lalu menjadi korban yang digunjingkan? Memang tidak nyaman ketika kita tahu, ternyata ada yang menggunjing dan menyebarkan aib kita. Mungkin kita marah, dongkol, atau kadang membalasnya dengan ghibah pula. Padahal, ada resep untuk membuat hati tetap lega, sekaligus menjadi shock terapi bagi orang yang hobi menggunjing. Simaklah bagaimana sikap Hasan al-Bashri menghadapi orang yang ketahuan menggunjing dirinya. Suatu kali seseorang berkata kepada Hasan al-Bashri, "Sesungguhnya si fulan telah menggunjing Anda." Maka beliau mendatangi orang itu dengan membawa sekeranjang ruthab (kurma basah) dan berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa Anda telah menghadiahkan pahala Anda untukku, maka saya bermaksud membalas jasa Anda tersebut, tapi mohon maaf karena saya tidak mampu membalasnya dengan sempurna."
Itulah cara indah membalas ghibah jika memang harus terjadi. Tapi, hidup lebih indah tanpa ghibah.

(Abu Umar A)

Sumber Majalah Nikah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar